Wednesday, August 16, 2017

OMONG KOSONG YANG MENYENANGKAN

OMONG kosong selalu menyenangkan, apalagi jika dibukukan menjadi novel 500 halaman. Demikianlah The 100-Year-Old Man Who Climbed Out The Window and Disappeared merangkum sejarah dunia lewat Allan Emmanuel Karlsson yang ajaib dan jenaka dan selalu meyakinkan dengan segala omong kosongnya.



Ia laki-laki Swedia berusia seabad yang ingin mati tapi doanya tak kunjung dikabulkan. Maka ketika petugas Rumah Lansia Malmköping menyiapkan perayaan ulang tahunnya yang ke-100, Allan memanjat jendela kamarnya untuk kabur lalu bertemu pemuda ceroboh di terminal bus yang membawa koper hasil transaksi narkoba senilai 50 juta krona.

Petualangan Allan selama sebulan di usia 101 pun dimulai dengan membawa koper itu, diburu para polisi karena kematian anggota-anggota gengster narkoba yang mengubernya, bertemu orang-orang bodoh yang sedikit memakai akal tapi menghasilkan kejadian-kejadian logis yang mengelabui jaksa dan para penyidik.

Allan berpetualang seumur hidup, sebagai ahli pembuat bom. Kisah hidupnya dikocok bolak-balik antara masa kini dan masa lalu Allan yang selalu menghadirkan ledakan-ledakan bak dinamit yang dibuatnya dan meleduk di luar kontrolnya.

Serangkaian peristiwa membawanya berkeliling dunia: membantu Jenderal Franco menjadi penguasa Spanyol, bertemu Presiden Harry Truman dan membangun pusat nuklir di Las Palmas, menyelamatkan istri Chiang Kai-shek, bertemu Kim Il Sung, menjadi asisten Joseph Stalin, menyeberangi Himalaya dari Tiongkok untuk tiba di Teheran dan merencanakan pembunuhan Winston Churchill yang membantu revolusi Iran, dan seterusnya dan seterusnya. Hingga ia tiba di Bali karena melarikan diri dari gulag Vladivostok dengan uang pemberian Harry Truman yang dititipkan kepada Mao Tse-Tung!

Jonas Jonasson membuat jenis novel untuk dibaca sekali duduk. Maka semua kejadian selama 100 tahun itu dibuat padat, semua kejadian saling kait dengan kejadian lain, dialog dan peristiwa tak mubazir, dengan kelucuan dan kekacauan yang tak mudah dilupakan. Kita akan puas menertawakan kebodohan intel-intel KGB, atau tentara Korea Utara yang gampang dikelabui, juga ahli-ahli fisika Amerika yang percaya saja mendengar kombur-kombur Allan Karlsson tentang menyusun rumus pelik bom atom.

Allan sejenis orang yang berhati ringan, yang tak gugup ketika berhadapan dengan situasi paling genting. Maka segala kejadian yang jumpalitan di sekitar peristiwa penting di dunia di abad 20 ini, bersama tokoh-tokoh penting itu, selalu membuatnya punya celah untuk lolos. Dialah orang di balik batalnya perang nuklir Soviet-Amerika dalam puncak Perang Dingin, karena mengirimkan berita-berita palsu untuk kedua belah pihak.

Novel ini berakhir di Bali di tahun 2005. Allan menikahi perempuan Bali, bekas istri kawan sepelariannya, Herbert Einstein. Herbert diculik intel KGB dari Austria yang menyangka laki-laki jabrik yang bloon itu kakaknya, Albert Einstein, untuk dibajak membuat bom atom agar Uni Soviet bisa menyamai kemajuan nuklir Amerika. Perempuan Bali itu pernah menjadi Gubernur lalu menjadi Duta Besar Indonesia di Paris.

Dan inilah omong kosongnya: Ni Wayan Laksmi atau Nyonya Einstein itu menjadi Gubernur Bali karena menyuap partai dan pemilih dalam sebuah pemilu langsung. Jonas agaknya kurang riset, atau sengaja memelesetkan karena ia terlihat memahami dengan baik soal-soal Bali, tentang Indonesia di tahun 1960-an. Tentu saja Gubernur tak dipilih langsung waktu itu dan Suharto tak menunjuk seorang kepala daerah seorang perempuan sipil bukan siapa-siapa. Tapi siapa peduli, bukan?

Agaknya, Jonas memerlukan adegan dan peristiwa itu untuk menunjukkan olok-olokannya tentang Indonesia yang seperti surga tapi orang-orangnya korup sampai ke sum-sum. Ia, misalnya, membayangkan Richard Nixon akan tetap jadi presiden seandainya ia warga negara Indonesia meski terkena skandal Watergate.


Selebihnya, novel ini jenis bacaan yang tak boleh dilewatkan dalam menempuh hari senggang. Misalnya, saat pergi-pulang kerja naik komuter....