Thursday, September 04, 2008

DI SEBUAH POM BENSIN

Pukul 10.30 di bulan puasa begini, hari jadi terasa lebih terik. Orang antri menunggu giliran mengisi bensin di pom jalan Soegiono. Ada empat pom, tapi hanya di pom sepeda motor yang antrinya selalu panjang. Di bagian mobil selalu sepi. Mungkin memang jumlah penunggang sepeda motor sudah kelewat banyak di Jakarta ini. Lihatlah, antri di pom bensin bagian sepeda adalah hal umum di semua pom bensin di ibukota ini.

Tiba-tiba sebuah klakson menjerit panjang. Semua menoleh. Sebuah mobil Twin Cam pantatnya mencium bemper Charade. Supir Twin keluar sembari nyengir. Seorang bapak tua yang kerempeng dengan safari biru lusuh yang robek ujung kerahnya. Ia mirip Kiwil, pelawak yang meniru-niru gaya dakwah Zainuddin MZ itu. Pak Kiwil hendak menyalami supir Charade, seorang anak muda dengan rambut mohawk yang basah dan otot trisep yang kelihatan terlatih fitnes. Tapi anak muda ini mengibaskan tangan tua itu. Pertengkaran tak terhindarkan.

Si anak muda mendesak menanyakan STNK mobil bahkan menyerebot ke arah stir. Tapi tak jadi. Ia melihat ke jok belakang. Seseorang duduk di sana. Ia majikan Pak Tua safari robek itu. Sang tuan keluar. Tubuhnya persis Semar dengan cap jempol hitam di jidatnya. Mungkin ia rajin salat malam. Anak muda itu jadi kikuk kelihatannya. Ia bolak-balik ke mobil dan Pak Kiwil itu.

Tapi pertengkaran kian memuncak juga. Ini setelah seorang perempuan keluar dari Charade. Seorang perempuan berkulit putih dengan rambut dicat pirang dan kacamata hitam yang memenuhi sepertiga wajahnya. Ia mungkin istri atau pacar si anak muda itu. Ia memeriksa bempernya lalu naik pitam. Agaknya, Pak Semar itu mengatakan, Sudahlah, toh bempernya tak kenapa-kenapa. Si pirang itu membentak, "Gak bisa begitu dong, Pak! Sudah, jalan!"

Si anak muda--mungkin ingin dipuji sebagai laki-laki yang bertanggung jawab, paling tidak tegas mempertahankan hak miliknya--masih mendatangi Pak Kiwil. Sambil menunjuk muka yang keriput itu, ia bilang, "Lain kali hati-hati, Pak!"

Senyum sudah hilang di wajah Pak Kiwil itu ketika berjalan mengangkut tabung gas ke mobilnya. Jalannya menunduk. Mungkin ia sadar semua orang di pom bensin itu memperhatikannya. Ia menunduk melihat ujung fantovelnya yang ringsek. Motor saya masuk giliran diisi bensin. Siang, rasanya, kian terik saja...