Bambang Haryanto menulis sebuah surat pembaca di majalah Tempo edisi terbaru dan menamakan dirinya seorang epistoholic. Istilah ini dipopulerkan majalah Time, pada 1992, untuk menyebut Antony Parakal sebagai seorang yang keranjingan menulis surat pembaca di media massa. Menurut Time, saat menurunkan profil Parakal (kini 72), selama kurun 41 tahun sejak 1953, laki-laki asal India itu telah menulis 4.400 surat pembaca di pelbagai media. Itu berarti setiap tiga hari ia menulis sebuah surat pembaca.
Bambang, dalam surat pembacanya, mengajak semua epistoholic untuk bergabung dengan Jaringan Epistoholic Indonesia. Ia berencana mendirikan jaringan itu untuk menampung seluruh penggila surat pembaca di Indonesia. "Aktivitas menulis adalah upaya pembelajaran sepanjang hayat," tulisnya. Ia orang yang percaya menulis bisa menyehatkan jasmani dan rohani.
Bambang, di Indonesia mungkin jadi yang pertama penganjur campanye epistoholic. Tapi, ikhtiar ini sudah jauh-jauh hari dikampanyekan para epistoholic di dunia. Selain Parakal, di India ada Leo Robello yang bahkan telah menerbitkan sebuah buku yang mengupas kegilaan orang menulis surat pembaca. Dalam 328 halaman bukunya, Robello menulis betapa pentingnya para penggila itu bagi koran dan majalah. Sebelumnya ia telah mendirikan Asosiasi Penulis Surat Pembaca Seluruh India pada tahun baru 1980. Parakal ditunjuk sebagai presiden-pendirinya.
Surat pembaca juga telah dijadikan bahan penelitian para sarjana dan master. Pada 1993, seorang mahasiswa master di Bengalore meneliti dan membandingkan surat pembaca di dua media yaitu The Deccan Herald dan The Times of India. Penelitian-penelitian itu kemudian menemukan para pengidap epistoholic memang lebih sehat dari sisi medis. Tapi tidak dijelaskan kenapa para penggila itu datang dari India.
Para penggila itu menulis apa saja untuk mengomentari berita dan apa yang ditemuinya dalam keseharian dalam kolom sepanjang 300-500 kata. Dr Louella Lobo Prabhu dari Mangalore telah menulis surat pembaca sejak usia 10. Ayres Sequeira mulai kerajingan menulis surat pembaca saat ia duduu di bangku kuliah. Majalah Time kebanjiran 1.400 surat setiap minggunya.
Sebuah fenomena memang. Tapi, seorang mantan pemimpin sebuah majalah di Jakarta berkisah surat pembaca di media-media Indonesia kerap kali tidak jujur. Dari pengalamannya mengelola media ia kerap menerima surat dari seseorang yang tak jelas identitasnya. Penulis surat itu memakai beragam nama untuk mengomentari suatu berita. Kelakuan seperti, katanya, lazim dilakukan tentara dalam operasi sandi yuhda untuk mempengaruhi opini masyarakat. Katanya, saat ini beberapa orang calon presiden memakai cara-cara seperti itu. Huh!
Tapi, para pengelola media juga kerap berlaku curang. Ia mengaku mengenal orang yang kerap bertugas sebagai "tim surat pembaca" untuk menulis surat pembaca di medianya sendiri dengan berbekal segepok KTP palsu dan alamat fiktif. Itu baru satu modus. Masih ada beberapa modus lainnya yang tujuannya tak lain menggiring opini masyarakat dari suatu kasus.
Mudah-mudahan Bambang Haryanto tidak dengan tujuan itu berencana membentuk club penulis surat pembaca. Jika ada yang berminat, katanya, silahkan kirim surat untuk memperoleh informasi awalnya ke alamat e-mailnya di epsia@plasa.com.