Friday, January 17, 2003
CINTAMU SEBATAS .HP.
Ini bukan iklan, hanya sebuah kalimat yang menempel di kaca belakang mikrolet M11 jurusan Kebon Jeruk-Slipi. Ketika membuat tulisan itu, si sopir mungkin sedang putus cinta. Ia ditinggal pacarnya, hanya karena ia tak punya henpon. Si sopir jengkel, lantas mencomooh pacarnya itu, lalu membuat tulisan itu.
Tulisan itu juga mengandung ketakberdayaan. "Seandainya saya punya henpon...," saya menduga si sopir berkata seperti itu dalam hatinya. Ia tak berdaya mempertahankan hubungan cinta dengan pacarnya dan menjadi sesal dengan keuangannya. Dia tak berdaya meluluskan keinginan kekasihnya yang ingin bergandeng dengan laki-laki yang disakunya tersimpan henpon, lalu bertulalit saat nongkrong di mall. Pendeknya, henpon menjadi ukuran status sosial yang tinggi dalam hubungan kedua orang ini.
Di situ juga ada nada sinis. Ada nada cemooh terhadap hubungan yang hanya diukur oleh sesuatu. Si sopir mungkin tak sadar bahwa ketika ia ada di pihak yang kalah, ia akan berpikir ideal. Saya tidak tahu, apa yang akan ditulisnya, seandainya ia putus dengan si pacar karena ia sendiri menuntut pacarnya harus tampil seksi setiap malam minggu. Mungkin ia akan menulis : KAMPUNGAN besar-besar di kaca mobilnya.
Cinta, yang menjadi urusan pribadi, digabung dengan henpon, suatu alat komunikasi canggih yang kini sedang tren. Ada suatu yang berlawanan di situ. Tapi, ketika keduanya digabung, cinta yang pribadi tidak lagi menunjukan sebuah gelora perasaan. Ia menjadi benda, sebuah objek yang terukur. Cinta dan henpon menjadi dua benda yang saling berdampingan.
Tulisan itu lucu, juga menarik, menyentuh, karena begitu private, meski sedikit norak. Kita mungkin tak sampai menaruh iba atau terempati pada si sopir, kita hanya terhibur--setidaknya saya ketika suatu malam lewat di belakang DPR. Tulisan itu mungkin sudah ditempel lama. Si sopir sendiri mungkin juga sekarang sudah punya pacar baru, yang tak pusing mikirin pacarnya punya henpon atau tidak. Tapi dia mungkin jadi geli sendiri ketika membaca kembali tulisannya kini, sehingga membiarkannya terus menempel di situ. Ia kini perlu membagi kegeliannya pada semua orang.
Kenapa cuma karena henpon? Konteks tak penting dalam satu soal ini. Karena, di Jakarta, ada begitu banyak angkutan umum yang kacanya ditempel dengan kalimat-kalimat nyeleneh, lucu, dan beda. Misalnya, metromini 69 Ciledug-Blok M kaca belakangnya di tulis, HAYANG NYANDUNG, lengkap dengan gambar seorang perempuan yang bh-nya melorot. Itu bahasa sunda yang artinya "pengen kawin lagi".
Seandainya para sopir tahu ada blog, mungkin mereka akan seperti kita: menuliskan kejengkelannya, nada sinisnya, cemoohnya, dan segala haru-biru perasaanya di internet. Tapi mereka hanya punya kaca belakang mobil. Dan cukup itu. Pengakuannya hanya di kaca mobil itu. Karena mereka akan bertemu dengan komunitasnya di terminal, di jalan, atau warteg tempat ngetem, di mana keberadaan hadir lewat unjuk apa yang mereka punya. Seperti si sopir M11 yang ingin menunjukan perasaanya, suatu waktu, ketika si pacar memutus cintanya. Ah, CINTAMU SEBATAS .HP., tulisnya.
Subscribe to:
Posts (Atom)