Thursday, September 17, 2009

PERTANYAAN ANEH SEHABIS BUKA PUASA



AGAK aneh dan menggelikan bahwa saya ditanya tentang perkawinan. Dan dia bertanya amat serius, pada malam sehabis buka puasa. Perut kenyang, mengantuk, tak bisa gerak, dan dia meminta sebuah pertimbangan apakah perkawinan itu mesti atau tidak untuk dirinya, seorang perempuan lewat 30 yang bisa dengan enteng putus dan jadian dengan laki-laki baru kenal.

Dan saya tak heran dengan pertanyaan semacam ini. Ia kerap melontarkan pertanyaan yang konyol dan sia-sia. Dia tahu, saya kadang menyesal mendengarnya, tapi dia akan terus dan terus. Malam itu, malam dengan bulan yang lewat sempurna, dia bertanya: "Apakah saya perlu mengawini laki-laki ini?"

"Tergantung. Kamu butuh laki-laki atau suami?"

Sampai Ramadan hampir habis, dia tak bertanya lagi.

Tuesday, September 01, 2009

KAIN



KACA restoran pom bensin di Jalan Basuki Rahmat, dekat pasar Gembrong, Jakarta Timur, itu ditutup kain kuning dengan tulisan: Selamat menunaikan ibadah puasa plus gambar hotdog yang sedang mengepul. Di siang terik begitu, ucapan itu seperti sedang meledek. Sebab di balik kain kuning itu, kaki-kaki bergoyang.

Dan kain itu memang tak ditujukan untuk kita, orang yang di luar restoran--tak cuma orang yang sedang puasa. Kain-kain penutup di warung makan dan restoran dipakai untuk menutup dan memberi rasa nyaman kepada mereka yang duduk di dalam. Barangkali itulah cara menghormati orang yang berpuasa yang kian melenceng. Kain-kain tak lagi berfungsi menutup hawa nafsu bagi mereka yang berpuasa. Sebab tanpa ditutup pun kita tahu di dalam banyak orang yang sedang makan atau merokok. Sedang minum jus atau es blewah.

Cara "menghormati" itu adalah peninggalan zaman euphimisme, ketika segala tindak tanduk hanya berfungsi dan berhenti sebagai formalitas. Demi toleransi dan saling menghormati antar penduduk, kain itu perlu dibentangkan meski praktis tak berfungsi menumbuhkan toleran. Toh, pada warung yang terbuka tanpa kain pun kita bisa cuek.

Sebab itulah hakikat puasa: menahan diri dari godaan nafsu yang telanjang. Pada akhirnya, iman bukan soal yang mesti ditutupi.