Friday, August 07, 2009

HATTRICK



SESEORANG menelepon dengan nada rusuh. Saya tak bisa mendengarnya dengan jelas apa yang sesungguhnya dia bilang. Apalagi dalam brisik kereta Cirebon Express dan gusah remang bangun tidur. Rupanya itu panitia Apresiasi Jurnalis Jakarta. Dia--sepertinya perempuan--sedang memastikan apakah saya yang nominator bisa hadir atau tidak dalam acara. Dia menelepon jam 11.23, sementara acara jam 12.00.

Kepastian itu tiba sejam kemudian. Seorang kawan menelepon. Saya hapal suaranya, meski tak melihat nama di layar ponsel. Dia--kali ini laki-laki--menelepon sedetik setelaha juri mengumumkan pemenangnya. Jadi dia omong pelan sekali dan kedengaran brisik di belakangnya. Katanya, tulisan "Lambang dalam Pusaran Mafia Purbakala" menang dalam penghargaan itu untuk kategori media massa cetak. Setelah itu sandek bertubi-tubi. Rupanya benar, tulisan itu menang.

Ini liputan tentang Lambang Babar Purnomo, seorang arkeolog yang dibunuh karena ketekunannya mengungkap pencurian, pemalsuan, dan kepemilikan ilegal benda purbakala. Temuan dan ucapannya di koran selalu tajam dan tak khas seorang Jawa yang ewuh pakewuh. Ia dibunuh pada sebuah subuh, 8 Februari 2008. Polisi sampai kini masih menyimpulkan ia jatuh dari sepeda motor Honda 800 di jalan Ring Road.

Padahal, bukti-buktinya banyak yang mengarah bapak empat anak itu dibunuh. Laporan forensik juga jelas menyebutkan ia mati akibat kekerasan tumpul. Seorang saksi juga melihat ada orang lain pada menit ketika Lambang meregang nyawa. Buku teks anatomi menyebutkan jika ruas leher nomor 2 dan 4 patah, Lambang akan mati seketika. Ternyata tidak. Ia masih sempat minta tolong. Artinya, ia masih bisa bicara sebelum lehernya patah. Artinya, jika pun ia jatuh dari sepeda dan masuk ke selokan, ia belum mati. Ia tak mati karena sial jatuh ke parit. Seorang reserse mendukung kesimpulan ini. Dan ia memetakan bagaimana jaringan "Thomas Crown" sudah lama mengincar Lambang.

Kematian Lambang membuat banyak kasus purbakala mandeg. Kasus pencurian arca memang sempat mendudukkan pengusaha Hashim Djojohadikusumo di persidangan. Ia bebas. Hanya dua yang masuk penjara, para pencuri di tahap awal.

Penghargaan ini untuk Pak Lambang, seorang yang suka humor, ringan hati, selalu berbaik sangka pada orang, dikenang dan dicintai anak dan istrinya, dan selalu teguh memegang pendirian. Saya bangga telah menuliskan sejumput riwayat keteguhan hidupnya.
Beritanya di sini dan di sono.