Tuesday, August 05, 2003
BOOM!
Hotel JW Marriott meledak di siang bolong. Ketika banyak orang sudah siap untuk bersantap. Orang tak menyangka ketika sebuah Kijang parkir di depan lobi lalu meledak menyisakan lubang 2 x 2 meter. Api bergulung-gulung menewaskan pengemudi dan siapa saja yang tak sempat menghindar. Getarannya terdengar hingga radius satu kilometer. 30 lantai hotel megah di kawasan Mega Kuningan itu hancur berat. Lebih dari 10 orang meninggal. Ratusan lainnya luka-luka. Kita menyaksikan angka-angka tragedi itu di televisi dan radio, juga situs berita.
Ada apa ini? Kita, yang masih punya akal sehat, tak henti-hentinya bertanya. Mengapa selalu saja ada orang yang tak rela negeri ini tentram dan menata kehidupannya kembali. Dulu, ketika setiap orang terperangah karena demontrasi bisa menumbangkan seorang diktator yang hampir tak mungkin terbantahkan, orang Jakarta was-was jika ada demonstrasi susulan. Kantor-kantor libur dan orang tak berani keluar rumah. Tapi, ketika demonstrasi menjadi biasa, orang juga jadi paralisis. Kita bahkan menyumpah-sumpah para pendemo karena bikin macet. Selebaran yang dibagikan di sepanjang Sudirman-Thamrin tak lagi menarik minat orang.
Suatu ketika lagi, ketika ledakan-ledakan hampir mengisi hari-hari, kita juga terkena paralisis yang kedua. Di Ancol, Taman Mini, Dunia Fantasi, selalu saja sibuk dan anak-anak bermain di sana dengan riang. Padahal, ancaman bom bisa saja mengejutkan dan menewaskan mereka. Siapa peduli? Toh, umur sudah ada yang menentukan. Kita bersikap apatis sembari berharap keadaan bisa pulih yang dijanjikan jika apa yang disebut reformasi berjalan.
Tapi apa yang didapat. Korupsi makin merajalela di hampir setiap bentuk hidup orang dan wilayah publik. Kejahatan makin marak. Utang hampir tak terbayar. Berbondong-bondong pemodal hengkang. Indonesia pun pernah diramal akan bangkrut. Tapi, tidak. Perlahan, meski tak pasti, ekonomi mulai pulih. Meski dengan bantuan utang, pemodal mau menanamkan duitnya di sini hingga orang bisa lagi bekerja. Tapi, tiba-tiba boom lagi di sana, lalu boom lagi di sini. Orang pun ketar-ketir.
Kita sedang memasuki apa yang disebut hamil tua. Suatu masa-masa rawan di mana ibu hamil harus cuti dan tak boleh kerja berat. Inilah masanya ketika kelelahan orang menanti perubahan itu mencapai titik temu dengan euforia politik di ambang Pemilu 2004. Kita tak bisa membayangkan apa yang terjadi seandainya perhelatan politik itu tak menghasilkan sebuah kekuatan politik-ekonomi yang, paling tidak, menumbuhkan harapan orang kembali.
Kita, sekali lagi yang alhamdulillah masih diberi akal sehat, mudah-mudahan tidak terlalu cepat tidak percaya kepada para pengelola negara ini. Marriott, bagaimanapun, adalah hotel paling ketat penjagaannya di Jakarta. Di sana hubungan bilateral dan multilateral kerap diteken. Bahkan, di sana Amerika merayakan ulang tahunnya. Reformasi memang butuh sikap sabar. Dan semoga saja para pengelola itu tahu dan mengerti bahwa kita pun punya batas-batas kesabaran.
Tuhan mungkin sedang jengkel dengan kita. Hingga ia mengutus orang-orang meledakan bom-bom itu. Tapi, bagi siapa saja yang mengatasnamakan Tuhan untuk membunuh atau mengatasnamakan sakit hati dengan memberangus nyawa, percayalah dia sedang menggali kuburnya sendiri.
Foto : Indoradio.net
Subscribe to:
Posts (Atom)