Internet kini membuka status baru. Jika kau punya duit banyak, kliklah Millionaires24.com. Dari sana kau akan mendapat sebuah alamat surat. Kau bisa menuliskan alamat itu di kartu namamu dengan menonjolkan alamat itu: namamu@millionaires24.com. Kau tak perlu mengumumkan seberapa banyak duitmu, karena kini orang sudah mengakui kau seorang dari 10 ribu jutawan yang terdaftar.
Karena itu alamat ini butuh iuran. US$ 5.ooo per tahun atau US$ 399 per bulan--cukup untuk membayar uang muka sebuah rumah sederhana. Apa beda alamat surat di Yahoo.com, Gmail.com atau Hotmail.com? Tak ada! Inbox surat, ya, tempat pemiliknya membaca kabar, yang penting dan yang nonsense. Sakitkah yang mendaftar ke sana? Atau main-mainkah orang yang membikin situs ini?
Mungkin tidak. Kini makin banyak saja orang kaya di dunia. Konon, ada sejuta orang di Indonesia ini yang punya duit Rp 500 juta per bulan yang menganggur. Mereka bingung mau dihamburkan ke mana duit sebanyak itu. Sebab ini duit sisa setelah plesiran, deposito, apartemen, jet dan pulau pribadi.
Internet, selain telah menciptakan dan menumbuhkan para grafomaniak, juga menyediakan prestise. Setelah para petani di Nigeria, Zimbabwe atau India sudah akrab dengan piranti ini, nun di kota-kota orang kian butuh status yang lebih tinggi lewat internet. Jaringan ini tak cukup hanya dijadikan alat untuk meringkas dunia. Sebuah revolusi yang kian mencemaskan.
Tapi, mencemaskan atau tidak, zaman barangkali memang sudah seharusnya begini. Kita tak boleh terkedut, karena ada banyak soal lain di luar sana yang tak (atau belum) kita ketahui. Kita terus bergerak--sadar atau tak sadar, siap atau tak siap--menyongsong kemungkinan-kemungkinan yang ada di depan sana.