* Catatan
ulang pada ulang tahun ke-3.
INILAH,
nak, secuplik cerita bagaimana kamu datang ke dunia...
...menghirup udara pertama di kamar bersalin Rumah Sakit Azra.
Kamu lahir lebih cepat sepuluh hari dari perkirakan dokter. Tanggal sepuluh
bulan dua tahun dua-ribu sepuluh pukul nol-nol duapuluh. Jika waktu lahirmu
dideretkan akan membentuk angka yang ritmis. 10-02-2010-00-20. Ini waktu yang
dicatat dokter ketika kepalamu menyembul dan kamu menjerit.
Kelahiranmu begitu mudah. Hanya 15 menit sejak kontraksi
terakhir yang membuat ibumu tak kuasa lagi menjerit. Padahal dokter yang ramah
dan baik itu memperkirakan kamu lahir lima jam lagi, atau sekitar subuh. Dia
baru pulang dari rumah sakit itu setelah menolong bayi lain yang lahir sejam
sebelumnya. Ia baru akan berangkat tidur ketika suster memberitahu kamu segera
akan keluar. Dan ia datang tepat waktu.
Dokter kamu itu muncul tepat ketika kecemasanku hampir punah.
Dengan sikap tenang, terukur dan riang, dia menyiapkan alat-alat persalinan.
Sementara ibumu, nak, menganga tanpa suara. Dia bilang sudah tak kuat menahan
sakitnya. Saya tak tahu seberapa jauh kesakitan itu. Tapi dari cengkeraman
tangan dan gigitannya, saya bisa bayangkan itu batas sakit yang bisa ditahan
manusia. Saya tanya, bukankah dulu melahirkan Mika, kakakmu, juga sakit luar
biasa? Sebuah besi merobek vaginanya karena tangan kakakmu menyilang di kepala,
bukan sedekap di depan dada, sehinga kakakmu nyangkut di jalan lahir. Ibumu
menjawab, sudah lupa sakit yang pertama :)
Di dalam perut kamu menggeliat mendengar kami bercakap...
Dua suster memegang perut ibumu. Dokter itu meminta ibumu
menarik napas, mengumpulkan tenaga untuk mendorong tubuhmu. Saya lihat, darah
dan ketuban mengalir dari vagina ibumu, keluar seperti air menyembur dari mata
air. Dorongan pertama tak berhasil. Dokter dan suster memberi aba-aba untuk
dorong dan tahan, buka mata, dan menjeritlah sekerasnya. Aduh, nak, bagaimana
saya bisa mengingat peristiwa ini?
Kucium kening ibumu berkali-kali, kurekatkan hidungku ke pipinya
yang pucat, kusangga lehernya agar tenaga itu terkumpul di perut. Pada dorongan
keenam, kata suster, rambutmu sudah terlihat, tapi ibumu kehabisan tenaga.
"Good, Bu, bagus. Tahan lagi, dorong lagi ya, Bu. Pada hitungan ketiga...
satu...." Ya, Tuhan... Aku serasa tak menapak. Aba-aba dokter terdengar
seperti genderang pecah di telinga. Pada dorongan ketujuh kepalamu menyembul.
Dokter menariknya untuk mengeluarkan tubuhmu. Ketuban muncrat, darah menderas.
Ibumu terkulai dengan napas yang memburu....
Dokter menyerahkan gunting untuk memotong ari-ari lalu
meletakanmu di dada ibu. Ari-arimu kuat ataukah saya tak punya tenaga untuk
memotongnya? Butuh dua kerat kupotong jalan napasmu di perut ibumu itu. Kamu
merangkak mencari puting dengan jerit yang keras sekali. Merah, mungil, dan
mata yang mengerjap-ngerjap ketika kuazani.
Kusangka proses itu selesai sampai ari-ari. Dokter bilang masih
harus membersihkan sisa kelahiran di rahim ibumu. Hhhh, tangannya masuk
mengorek sisa darah dari sana. Saya tergeragap merasakan sakit, ngilu, dan
perihnya. Saya telungkup mencium kepala kamu. Sakit dan ngilu dan perih itu,
nak, adalah sebuah alasan mengapa setiap anak harus mencintai ibu.
Kunamai kamu Iori. Tadinya, akan kunamai Arashiyama. Ini nama
sebuah kampung kecil yang cantik dan dingin di pinggiran Kyoto, sebuah desa
dengan gunung dan sungai yang berkelok, dan menjadi pusat maiko dengan udon
paling sedap di Jepang. Rimanya juga enak karena bunyi a dan i. Tapi, kata
ibumu, Arashi artinya topan, badai, dan penghancur. Jadilah kupilih Iori. Sebab
kakekmu titip pesan agar nama anak kedua dimulai huruf vokal. Sebab kami
bertiga--aku, ibumu, dan kakakmu--punya inisial konsonan. "Harus ada satu
yang huruf hidup," kata abahmu. Baiklah.
Dan Iori bisa berarti 10 Februari, tanggal lahirmu. Atau jika
mau diartikan lagi itu akrnoim dari "Ini orang Indonesia" :) Iori
adalah anak kesayangan Musashi, samurai dengan ilmu kanuragan paling canggih di
Jepang pada abad 16. Iori sendiri jadi samurai paling disegani pada abad 17.
Seorang suci yang menghabiskan hidup mencari ilmu. Dalam bahasa Jepang Iori
berarti "yang dapat diandalkan".
I bisa juga berarti "aku" dalam Inggris, O bisa
menandakan bentuk hati, seperti O dalam cerpen "Godlob", dan RI tak
lain Republik Indonesia :-d. Betapapun negeri ini, tanah air ini, selalu
diguncang masalah, centang perenang mencari bentuk, toh kita harus tetap
mencintainya. Lalu Ahmad Masagi. Ahmad ini titipan nenekmu. Dan Masagi adalah
kata Sunda yang berarti sempurna, dalam konteks mencari ilmu. Dalam
dongeng-dongeng, seorang guru selalu berpesan kepada muridnya agar mencari ilmu
hingga masagi: tekun, sempurna, tak setengah-setengah, seperti Miyamoto Iori...
Tentu saja, ini hanya utak-atik seorang orang tua yang sedang
bungah mencari dan memadankan arti nama anaknya. Toh, nama hanya penanda, bahwa
kamu punya ciri yang berbeda....
Azra, 10 Februari 2010
Azra, 10 Februari 2010