Tuesday, September 22, 2015

MENGAPA MESSI GAGAL MENGEKSEKUSI PENALTI?



Lionel Messi punya syarat komplet sebagai eksekutor penalti: kidal, fokus, dan bermain sebagai penyerang. Setidaknya itu syarat yang dibuat para ahli psikologi, fisika, dan matematika, sekaligus sebagai saran untuk para pelatih dalam memilih penendang bola 12 pas. Fisikawan Inggris Stephen Hawking menambahkan satu syarat lagi: berkepala botak atau berambut warna cerah.

Messi menjadi mesin gol bagi klubnya, Barcelona, berkat tendangan kaki kirinya yang acap tak bisa dibendung kiper karena arahnya tak bisa ditebak. Ia pemain dengan teknik tinggi karena itu ia fokus sepanjang pertandingan. Umpan terobosan kerap tak terbaca oleh lawan. Begitu juga arahnya berlari menyongsong umpan pemain lain yang membuat posisinya selalu enak membuat gol.

Semua syarat itu rupanya tak berlaku. Kesimpulan eksak yang dibuat dari ribuan data tendangan penalti para pemain sepak bola tak mempan pada Messi. Sejak 2009, di Liga Spanyol dan Liga Champions Eropa, Messi menendang bola penalti sebanyak 40 kali. Hanya 34 yang sukses menjadi gol. Enam gagal di titik yang sama yakni target kiri bawah gawang lawan.

Skysport menghitung rasio keberhasilan penalti Messi hanya 85 persen. Bandingkan dengan Ronaldo, kapten Portugal dan bintang Real Madrid, di periode sama yang rasionya 89,5 persen. Padahal Ronaldo kurang syarat sebagai penendang penalti karena ia tak kidal. Di Liga musim ini, Messi menjadi pemain terbanyak yang gagal mengeksekusi penalti. Kejadian terakhir ketika Barca mengalahkan Levante 4-1 kemarin malam. Sekali penaltinya gagal yang membuatnya tak jadi mencetak hattrick dalam pertandingan itu.

Sasaran favorit Messi adalah pojok gawang atas. Menurut Hawking, tingkat keberhasilan mengarahkan bola ke titik ini adalah 84 persen. Bahkan ahli matematika menyebutkan rasio suksesnya 100 persen karena hampir tak ada penjaga gawang yang bisa menjangkau bola di titik ini kendati ia bisa membaca arahnya.

Dengan kecepatan bola di atas 25 meter per detik, sangat mustahil bagi seorang kiper menepis bola di pojok itu. Ia hanya punya waktu 0,41 detik untuk terbang dan menjangkau bola. Tapi di situ pula kegagalan Messi. Dalam video 15 kegagalan penalti Messi selama 2005-2015 di pelbagai turnamen—saat membela Argentina atau Barcelona—umumnya gagal di titik itu. Sebab, meski peluang keberhasilannya 84-100 persen, ini titik tersulit bagi penendang bola.

Syarat bisa menendang bola ke titik ini cukup rumit. Menurut penelitian John Moore’s University Liverpool, Inggris, jarak ancang-ancang kaki penendang ke bola antara 4-6 langkah. Posisi berdiri ke bola membentuk sudut 20-30 derajat, dan bola harus ditendang 25-29 meter per detik. Hawking menambahkan bahwa peluang keberhasilannya 10 persen lebih tinggi jika penendang memakai sisi-kaki-dalam ketimbang punggungnya.

Dari semua tayangan video kegagalan penalti Messi jelas terlihat benang merahnya. Ancang-ancang Messi terlalu dekat atau terlalu jauh. Itu yang terjadi saat ia gagal mengeksekusi penalti kedua ketika melawan Levante. Bola melayang jauh di atas mistar dan penjaga gawang sebetulnya bisa membaca arahnya.

Pada penalti pertama ia sukses karena hanya empat langkah sampai ia menenendang. Bola bersarang di sudut kiri kiper yang meloncat ke kanan. Para ahli matematika punya alasan soal ini. Empat hingga enam langkah membuat kiper tak bisa menebak ke arah mana bola akan ditendang.

Seorang penendang bola yang baik bisa memanfaatkan kesempatan sempit kurang dari 0,25 detik untuk memutuskan ke mana bola ditendang dengan melihat gerakan jatuh para kiper. Para pelatih menyarankan agar penendang bola penalti sejak awal fokus ke titik mana bola akan ditendang. Tapi cara ini kerap bisa dibaca dari gerakan dan posisi kaki yang tak menendang.

Saat itulah beban psikologi kerap menentukan. Messi gagal membawa Barcelona mengalahkan Chelsea dalam penentuan tiket final Liga Champions 2012/2013 karena bola penaltinya membentur mistar kiri-atas Petr Cech. Bahkan legenda Italia Roberto Baggio menendang bola penalti jauh di atas mistar dalam Piala Dunia 1994 sehingga negara calcio itu harus menyerahkan trofi kepada lawan mereka di final: Brazil.

Salah satu yang bisa mengecoh adalah warna kostum kiper. Kesebelasan dunia dan klub top membuat kostum kiper mereka dengan warna cerah, berbeda jauh dengan kostum utama 10 pemain lain. Salah satu tujuannya adalah mempengaruhi konsentrasi para penendang penalti. Karena itu, menurut Hawking yang mengumpulkan banyak data untuk sampai pada kesimpulan ini, cara terbaik melawan pengacau pikiran itu adalah dengan membuat kostum yang terang pula.

Menurut Hawking pemain dengan kostum cerah cenderung sukses mengeksekusi penalti. Kostum utama Barca atau Argentina, negara Messi, tak memakai warna cerah. Saat memakainya itulah Messi acap gagal mengeksekusi. Jika kita percaya pada kesimpulan itu, penalti rupanya tak ditentukan urusan teknik menendang bola semata.

Tulisan ini ditayangkan juga di Indonesiana Tempo.