Lionel Messi punya syarat komplet sebagai eksekutor penalti:
kidal, fokus, dan bermain sebagai penyerang. Setidaknya itu syarat yang dibuat
para ahli psikologi, fisika, dan matematika, sekaligus sebagai saran untuk para
pelatih dalam memilih penendang bola 12 pas. Fisikawan Inggris Stephen Hawking
menambahkan satu syarat lagi: berkepala botak atau berambut warna cerah.
Messi menjadi mesin gol bagi klubnya, Barcelona, berkat
tendangan kaki kirinya yang acap tak bisa dibendung kiper karena arahnya tak
bisa ditebak. Ia pemain dengan teknik tinggi karena itu ia fokus sepanjang
pertandingan. Umpan terobosan kerap tak terbaca oleh lawan. Begitu juga arahnya
berlari menyongsong umpan pemain lain yang membuat posisinya selalu enak
membuat gol.
Semua syarat itu rupanya tak berlaku. Kesimpulan eksak yang
dibuat dari ribuan data tendangan penalti para pemain sepak bola tak mempan
pada Messi. Sejak 2009, di Liga Spanyol dan Liga Champions Eropa, Messi
menendang bola penalti sebanyak 40 kali. Hanya 34 yang sukses menjadi gol. Enam
gagal di titik yang sama yakni target kiri bawah gawang lawan.
Skysport
menghitung rasio keberhasilan penalti Messi hanya 85 persen. Bandingkan dengan
Ronaldo, kapten Portugal dan bintang Real Madrid, di periode sama yang rasionya
89,5 persen. Padahal Ronaldo kurang syarat sebagai penendang penalti karena ia
tak kidal. Di Liga musim ini, Messi menjadi pemain terbanyak yang gagal
mengeksekusi penalti. Kejadian terakhir ketika Barca mengalahkan Levante 4-1
kemarin malam. Sekali penaltinya gagal yang membuatnya tak jadi mencetak hattrick dalam
pertandingan itu.
Sasaran favorit Messi adalah pojok gawang atas. Menurut
Hawking, tingkat keberhasilan mengarahkan bola ke titik ini adalah 84 persen. Bahkan ahli matematika
menyebutkan rasio suksesnya 100 persen karena hampir tak ada penjaga gawang
yang bisa menjangkau bola di titik ini kendati ia bisa membaca arahnya.
Dengan kecepatan bola di atas 25 meter per detik, sangat
mustahil bagi seorang kiper menepis bola di pojok itu. Ia hanya punya waktu
0,41 detik untuk terbang dan menjangkau bola. Tapi di situ pula kegagalan
Messi. Dalam video 15 kegagalan penalti Messi selama 2005-2015 di pelbagai
turnamen—saat membela Argentina atau Barcelona—umumnya gagal di titik itu.
Sebab, meski peluang keberhasilannya 84-100 persen, ini titik tersulit bagi
penendang bola.
Syarat bisa menendang bola ke titik ini cukup rumit. Menurut
penelitian John Moore’s University Liverpool, Inggris, jarak ancang-ancang kaki
penendang ke bola antara 4-6 langkah. Posisi berdiri ke bola membentuk sudut
20-30 derajat, dan bola harus ditendang 25-29 meter per detik. Hawking
menambahkan bahwa peluang keberhasilannya 10 persen lebih tinggi jika penendang
memakai sisi-kaki-dalam ketimbang punggungnya.
Dari semua tayangan video kegagalan penalti Messi jelas
terlihat benang merahnya. Ancang-ancang Messi terlalu dekat atau terlalu jauh.
Itu yang terjadi saat ia gagal mengeksekusi penalti kedua ketika melawan
Levante. Bola melayang jauh di atas mistar dan penjaga gawang sebetulnya bisa membaca
arahnya.
Pada penalti pertama ia sukses karena hanya empat langkah
sampai ia menenendang. Bola bersarang di sudut kiri kiper yang meloncat ke
kanan. Para ahli matematika punya alasan soal ini. Empat hingga enam langkah
membuat kiper tak bisa menebak ke arah mana bola akan ditendang.
Seorang penendang bola yang baik bisa memanfaatkan
kesempatan sempit kurang dari 0,25 detik untuk memutuskan ke mana bola
ditendang dengan melihat gerakan jatuh para kiper. Para pelatih menyarankan
agar penendang bola penalti sejak awal fokus ke titik mana bola akan ditendang.
Tapi cara ini kerap bisa dibaca dari gerakan dan posisi kaki yang tak
menendang.
Saat itulah beban psikologi kerap menentukan. Messi gagal
membawa Barcelona mengalahkan Chelsea dalam penentuan tiket final Liga
Champions 2012/2013 karena bola penaltinya membentur mistar kiri-atas Petr
Cech. Bahkan legenda Italia Roberto Baggio menendang bola penalti jauh di atas
mistar dalam Piala Dunia 1994 sehingga negara calcio itu harus menyerahkan trofi kepada lawan mereka di final:
Brazil.
Salah satu yang bisa mengecoh adalah warna kostum kiper.
Kesebelasan dunia dan klub top membuat kostum kiper mereka dengan warna cerah,
berbeda jauh dengan kostum utama 10 pemain lain. Salah satu tujuannya adalah
mempengaruhi konsentrasi para penendang penalti. Karena itu, menurut Hawking
yang mengumpulkan banyak data untuk sampai pada kesimpulan ini, cara terbaik
melawan pengacau pikiran itu adalah dengan membuat kostum yang terang pula.
Menurut Hawking pemain dengan kostum cerah cenderung sukses
mengeksekusi penalti. Kostum utama Barca atau Argentina, negara Messi, tak
memakai warna cerah. Saat memakainya itulah Messi acap gagal mengeksekusi. Jika
kita percaya pada kesimpulan itu, penalti rupanya tak ditentukan urusan teknik
menendang bola semata.
Tulisan ini ditayangkan juga di Indonesiana Tempo.
Tulisan ini ditayangkan juga di Indonesiana Tempo.