Thursday, August 27, 2009

TENTANG KISAH SETAHUN LALU



TAHUN lalu, menurut perhitungan Hijriah, kami duduk di taman ini, Taman Amir Hamzah di Matraman, Jakarta Pusat, setelah hujan yang selintas, sebelum waktu berbuka tiba. Hari ini, tahun ini, peristiwa itu seperti terulang: kami duduk di bangku tembok yang sama, menghadap ke arah yang sama, dengan perut keroncongan yang sama, dengan pemandangan taman dan hilir mudik orang-orang yang sama. Bahkan penjual es buah di pojok jalan juga sama, dengan arah gerobak dan posisi yang sama.

Betapa setahun adalah waktu yang cepat. Situasi setahun lalu tak ada beda.
Nasib kami masih seperti tahun lalu, dengan rutinitas yang sama seperti tahun lalu, bahkan dengan perasaan yang sama tiap kali menempuh puasa dan menanti waktu buka. Seseorang dari kami curiga jangan-jangan nasib abang penjual es buah juga tetap sama, dengan rambut tetap gondrong dan tubuh ceking, dengan senyum dan raut muka yang tak berubah ketika mengucap terima kasih sesaat setelah menerima uang. Seingat saya harga es buah juga sama dengan setahun lalu: Rp 5.000 semangkuk.

Yang lain barangkali hanya ingatan yang berkerumuk. Peristiwa terjadi antara dua Ramadan. Tapi praktis ingatan itu tak mengubah sedikitpun lanskap kenangan saat duduk di bangku taman itu sambil menyeruput sop buah dan melumat beberapa risol. Ingatan itu hanya mewarnai cara kita mensyukuri apa yang kita dapat, bahwa hidup tetap berjalan tanpa bisa kita cegah--ditandai dengan buah dan bahan-bahan risol yang berbeda dengan setahun lalu--meski kita tak memberi perubahan berarti ke dalamnya.

De ja vu adalah momen yang mengasyikan ketika kita sampai pada sebuah syukur.