KOTA yang tak tidur tetap bergemuruh pada pukul 1 dinihari. Pedestrian London penuh menampung anak-anak muda yang bergegas. Trafalgar Square masih sesak di malam hari kerja seperti ini. Dan, ah ya, ada yang joging di ujung sana.
Di daerah Soho, Dean Street, sisa-sisa prostitusi masih nampak. Kafe striptease masih buka dan dijubeli para lelaki. Tiga penari meliuk di atas meja, lainnya ada yang menggoda seorang pengunjung setelah dibelikan segelas anggur. Agak ke ujung, bar Italia yang dibangun pada 1940 dan dimiliki turun temurun oleh sebuah keluarga Roma masih membuka pintu bagi yang kehausan atau membutuhkan kafein.
Anak-anak muda yang mabuk bergerombol di sudut jalan. Ada yang berciuman lama sekali di tengah keriuhan para pejalan dan turis yang berfoto-foto. Anak-anak muda Bangladesh, para penarik helicak, menonton dengan jakun turun naik dan mata yang tak berkedip. Mereka menunggu siapa tahu pesta jalanan itu akan dilanjutkan di atas tarikan mereka.
Pengemis yang telat masuk rumah penampungan meringkuk di pedestrian, menadahkan gelas plastik meminta pence dari yang lewat. Beberapa melambai yang lain mengajak ngobrol tanpa melempar koin.
Toko-toko seks masih terang benderang. Segala jenis alat bantu ada di sini. Orang tak ragu masuk ke dalamnya dan memilih, para abege cekikikan kemudian berlalu lagi. Setiap tanggal 1 Juli, jalanan ini ditutup karena para gay berkumpul dan berpesta, menggelar band, bernyanyi, dan tentu saja berciuman.
Kota yang tak tidur tak peduli ekonomi kini sedang mandek atau suram. Kota yang tak pernah tidur abai dengan prediksi-prediksi inflasi yang ruwet para ahli...
Di daerah Soho, Dean Street, sisa-sisa prostitusi masih nampak. Kafe striptease masih buka dan dijubeli para lelaki. Tiga penari meliuk di atas meja, lainnya ada yang menggoda seorang pengunjung setelah dibelikan segelas anggur. Agak ke ujung, bar Italia yang dibangun pada 1940 dan dimiliki turun temurun oleh sebuah keluarga Roma masih membuka pintu bagi yang kehausan atau membutuhkan kafein.
Anak-anak muda yang mabuk bergerombol di sudut jalan. Ada yang berciuman lama sekali di tengah keriuhan para pejalan dan turis yang berfoto-foto. Anak-anak muda Bangladesh, para penarik helicak, menonton dengan jakun turun naik dan mata yang tak berkedip. Mereka menunggu siapa tahu pesta jalanan itu akan dilanjutkan di atas tarikan mereka.
Pengemis yang telat masuk rumah penampungan meringkuk di pedestrian, menadahkan gelas plastik meminta pence dari yang lewat. Beberapa melambai yang lain mengajak ngobrol tanpa melempar koin.
Toko-toko seks masih terang benderang. Segala jenis alat bantu ada di sini. Orang tak ragu masuk ke dalamnya dan memilih, para abege cekikikan kemudian berlalu lagi. Setiap tanggal 1 Juli, jalanan ini ditutup karena para gay berkumpul dan berpesta, menggelar band, bernyanyi, dan tentu saja berciuman.
Kota yang tak tidur tak peduli ekonomi kini sedang mandek atau suram. Kota yang tak pernah tidur abai dengan prediksi-prediksi inflasi yang ruwet para ahli...