BARANGKALI Tuhan bersemayam dalam setiap kepala bayi. Saya makin percaya Tuhan itu ada, hadir bersama manusia, karena ciptaannya begini sempurna.
Setiap hari ada saja keajaiban pada bayi. Mikail, misalnya, yang baru berumur 23 bulan, setiap akan tidur pasti bercerita apa yang dilakukannya sepanjang hari ini. Ia bisa bercerita dengan detail, terutama, reportase soal jenis-jenis mobil lengkap dengan aksesorisnya. Ia bisa tahu lebih banyak elemen mobil dibanding nenek yang menjaganya. Bukan hanya menyebut nama tetapi ia bisa menunjukkannya ketika saya minta. Saya masih menebak-nebak darimana ia tahu semua itu.
Dia mungkin menyerap hal ihwal terlalu banyak. Ketika saya ngobrol dalam bahasa Sunda dengan ibu saya ia ingat kata-kata lucu, yang baru ia dengar, yang saya ucapkan. Jika keisengannya muncul, seperti mengail benda-benda kecil di meja sambil lewat, saya marah dalam bahasa Sunda. Bukannya takut dia malah tertawa sambil menirukan omongan saya. Ah...
"Mika ngapain aja sehari ini?"
"Lihat mobin."
"Mobil apa aja ya?"
"Ada taksi, kijang, APV, jip, truk, sedan, sama mobin diselimutin."
"Wah, kenapa mobilnya diselimutin?"
"Kedinginan. Mobinnya bobo. Ada antenenya."
"Ada berapa antenenya ya?"
"Ada banyak."
"Coba hitung."
"Satu, dua, tiga, enam, tujuh..."
"Empat, limanya kelewat."
"Kapnya kebuka."
"Kenapa kapnya kebuka?"
"Mogok."
Mikail juga sudah hapal surat Al-Fatihah, doa makan, dan doa tidur. Ia selalu bilang alhamdulillah setiap kali habis menyedot susu dari botolnya. Ia ingat rute mencapai rumah kakeknya di Bandarlampung. Pertama-tama naik angkot, trus bus, trus berenang dulu, trus naik becak. Yang bikin kaget, ingatannya sampai jauh ke tahun yang lampau ketika ia mudik lebaran sewaktu umurnya baru setahun dua bulan.
"Mika, abah (kakek) ke mana ya?"
"Ke Kuningan."
"Mika mau ke Kuningan lagi?"
"Mau."
"Naik apa kalau ke Kuningan."
"Keneta."
"Di Kuningan ngapainnya ya waktu itu?"
"Naik bombom kan (car)."
"Sama siapa?"
"Sama siapa ya?"
"Sama Mih Ii. Mika inget gak sama Mih Ii?"
"Inget sih."
Biasanya saya rekam dialog-dialog lucu seperti ini. Tetapi ngobrol apapun akan terputus jika ia dengar jinggle sebuah iklan anak-anak atau iklan mobil. Dia suka nonton iklan di televisi dan hapal detail jingle, musik atau ucapan para bintangnya.
Tentu saja ia sedang menyusun konsep-konsep. Saya tidak tahu bagaimana ia membayangkan hutan Amazon yang punya tebing tinggiiiii sekali seperti diucapkan seorang anak dalam sebuah iklan susu. Baiknya saya biarkan saja imajinasinya yang bekerja merumuskan apa itu hutan, Amazon, dan tebing yang tinggi.
Saya sudah lupa bagaimana ketika menjadi anak-anak seumuran dia. Apa yang diserap apa yang ingin diketahui apa yang harus dilakukan. Saya hanya tahu dari cerita ibu atau bapak. Mungkin keajaiban juga bagaimana bertumbuh, karena Tuhan ada di sana. Ah, kenapa ingatan punya batas tertentu. Jika suatu hari Mikail membaca-baca tulisan-tulisan tentang dirinya, mudah-mudahan ia masih ingat.
Setiap hari ada saja keajaiban pada bayi. Mikail, misalnya, yang baru berumur 23 bulan, setiap akan tidur pasti bercerita apa yang dilakukannya sepanjang hari ini. Ia bisa bercerita dengan detail, terutama, reportase soal jenis-jenis mobil lengkap dengan aksesorisnya. Ia bisa tahu lebih banyak elemen mobil dibanding nenek yang menjaganya. Bukan hanya menyebut nama tetapi ia bisa menunjukkannya ketika saya minta. Saya masih menebak-nebak darimana ia tahu semua itu.
Dia mungkin menyerap hal ihwal terlalu banyak. Ketika saya ngobrol dalam bahasa Sunda dengan ibu saya ia ingat kata-kata lucu, yang baru ia dengar, yang saya ucapkan. Jika keisengannya muncul, seperti mengail benda-benda kecil di meja sambil lewat, saya marah dalam bahasa Sunda. Bukannya takut dia malah tertawa sambil menirukan omongan saya. Ah...
"Mika ngapain aja sehari ini?"
"Lihat mobin."
"Mobil apa aja ya?"
"Ada taksi, kijang, APV, jip, truk, sedan, sama mobin diselimutin."
"Wah, kenapa mobilnya diselimutin?"
"Kedinginan. Mobinnya bobo. Ada antenenya."
"Ada berapa antenenya ya?"
"Ada banyak."
"Coba hitung."
"Satu, dua, tiga, enam, tujuh..."
"Empat, limanya kelewat."
"Kapnya kebuka."
"Kenapa kapnya kebuka?"
"Mogok."
Mikail juga sudah hapal surat Al-Fatihah, doa makan, dan doa tidur. Ia selalu bilang alhamdulillah setiap kali habis menyedot susu dari botolnya. Ia ingat rute mencapai rumah kakeknya di Bandarlampung. Pertama-tama naik angkot, trus bus, trus berenang dulu, trus naik becak. Yang bikin kaget, ingatannya sampai jauh ke tahun yang lampau ketika ia mudik lebaran sewaktu umurnya baru setahun dua bulan.
"Mika, abah (kakek) ke mana ya?"
"Ke Kuningan."
"Mika mau ke Kuningan lagi?"
"Mau."
"Naik apa kalau ke Kuningan."
"Keneta."
"Di Kuningan ngapainnya ya waktu itu?"
"Naik bombom kan (car)."
"Sama siapa?"
"Sama siapa ya?"
"Sama Mih Ii. Mika inget gak sama Mih Ii?"
"Inget sih."
Biasanya saya rekam dialog-dialog lucu seperti ini. Tetapi ngobrol apapun akan terputus jika ia dengar jinggle sebuah iklan anak-anak atau iklan mobil. Dia suka nonton iklan di televisi dan hapal detail jingle, musik atau ucapan para bintangnya.
Tentu saja ia sedang menyusun konsep-konsep. Saya tidak tahu bagaimana ia membayangkan hutan Amazon yang punya tebing tinggiiiii sekali seperti diucapkan seorang anak dalam sebuah iklan susu. Baiknya saya biarkan saja imajinasinya yang bekerja merumuskan apa itu hutan, Amazon, dan tebing yang tinggi.
Saya sudah lupa bagaimana ketika menjadi anak-anak seumuran dia. Apa yang diserap apa yang ingin diketahui apa yang harus dilakukan. Saya hanya tahu dari cerita ibu atau bapak. Mungkin keajaiban juga bagaimana bertumbuh, karena Tuhan ada di sana. Ah, kenapa ingatan punya batas tertentu. Jika suatu hari Mikail membaca-baca tulisan-tulisan tentang dirinya, mudah-mudahan ia masih ingat.