ANAK-anak sekarang tak tumbuh dengan lagu-lagu tentang sawah yang hijau, gunung yang rimbun, laut, atau senja yang ceria, tentang liburan ke rumah kakek lalu main lumpur dan menggembala kerbau. Kini lagu-lagu mereka tentang cinta dan patah hati. Anak saya menolak menyanyikan lagu Tasya dan lebih hapal lagu-lagu Peterpan atau Derby Romero, atau ST12, atau Hijau Daun.
Saya yang tak rajin menonton televisi tercengang-cengang setiap dia menyanyikan lagu yang belum pernah saya dengar. Saya memelototi tivi untuk tahu syair dan nada lagu itu jika hari libur. Tapi gagal. Lagu itu belum masuk televisi, baru diputar di stasiun-stasiun radio. Dan Mikail menyerapnya dari angkutan kota yang mempopulerkan lagu lebih dulu ketimbang televisi.
Tentu saja dia tak mengerti apa yang dia nyanyikan. Berbeda dengan puisi, kekuatan sebuah lagu tak terletak pada syairnya. Asosiasi dan harmonisasi bunyi itulah yang lebih dulu merasuk ke bawah sadar kita. Toh kita bisa menikmati sebuah lagu berbahasa Inggris atau Spanyol tanpa harus mengerti apa sebenarnya yang diucapkan penyanyinya. Pada sebuah lagu, kenangan tak tersimpan pada kata dan kalimatnya.
Dan syair lagu tak menuntut keteraturan logika. Syair lagu Sakura itu sungguh tak bisa dimengerti tanpa dinyanyikan. Karena itu, betapapun syair sebuah lagu berantakan secara tata bahasa ia tak mempengaruhi cara bertutur kita.
Barangkali karena itu saya tak terlalu cemas. Anak-anak menyukai bernyanyi. Otaknya jauh lebih gampang menyerap hal ihwal yang tersampaikan dengan nada. Mikail jauh lebih cepat menghapal bilangan 1-10 dalam bahasa Inggris dengan menyanyikannya mengikuti jingle film kartun-kereta Thomas and Friends, ketimbang mengingat bahwa enam itu dilafalkan "six".
Dan zamannya mungkin memang sudah lain. Lagu-lagu agraris yang memuja alam dan hidup ala Hindia Molek sudah selesai. Generasi sekarang adalah generasi yang tak lahir dengan cerita tentang liburan ke kampung. Dan kampung tak lagi melahirkan para petani, melainkan pedagang dan orang kantoran. Urbanisasi (sekaligus ruralisasi) telah memangkas satu generasi yang lebih dekat ke alam industri. Dan ini zaman Internet ketika patah cinta diumumkan di blog dan status Facebook. Saya baru mengetik di laptop ketika umur 20, Mikail sejak 2 tahun sudah leha-leha nonton video tentang truk di You Tube.
Setiap anak, setiap orang, punya romantisme dan kenangannya sendiri.