Lead adalah
pembuka tulisan. Ia, tak hanya paragraf pertama, banguan pengantar
sebuah pokok soal. Jika judul seperti etalase pada sebuah toko, lead adalah
pintu masuk ke dalam toko itu. Seorang calon pembeli, yakni para pembaca, akan
tertarik membeli sebuah baju karena melihat etalase. Pemilik toko yang baik
menyusun etalase sedemikian rupa hingga menggiring calon pembeli itu masuk ke
dalam toko lewat pintu masuk yang tak terkunci.
Lead karena
itu harus mudah dibuka, membujuk calon pembeli memasukinya, hingga mereka
memilih sebuah baju dan bertransaksi di kasir. Setelah membayar, para pembeli
harus dipaksa melihat-lihat barang lagi dan membeli lagi. Begitulah idealnya
sebuah tulisan, sebuah toko, yang terus membujuk dikelilingi terus oleh para
pembelinya. Begitu pula fungsi etalase, tujuan akhirnya membuat setiap orang
bertransaksi di kasir.
Karena itu
lead adalah pertaruhan para penulis. Jika ia gagal membujuk, pembaca tak akan
memasuki keseluruhan tulisan, alih-alih mencerna, mengunyah, menerima atau
menolak, ide/opini yang ingin disampaikan penulisnya. Maka lead harus dibuat
semenarik mungkin.
“Menarik”
memang terkesan klise, karena begitulah memang seharusnya sebuah tulisan. Agar
tak abstrak, ukuran lead yang menarik jika ia menjadi setting sebuah tulisan. Pembaca tahu sejak paragraf pertama apa
yang ingin disampaikan penulis dalam sebuah artikel. Karena ia sebuah pintu,
lead menerangkan dengan jelas ide pokok yang akan dijabarkan oleh penulis itu.
Karena itu
kegagalan lead jika ia tak bisa menjadi tempat ide pokok dari sebuah
tulisan. Para penulis seringkali membuat sebuah tulisan secara kronologis. Ini bagus
karena pokok pikiran akan runut. Tapi cara seperti ini sering menjebak karena
lead tak menjadi setting yang
mendudukkan pokok soal sejak mula.
Karena itu,
sebaik-baiknya menulis dimulai dari tengah. Lead menjadi semacam puncak
atau klimaks dari sebuah tulisan yang membetot pembaca mencari awal dan
akhirnya. Karena itu unsur sebuah tulisan adalah flashback. Lengkapnya sebuah tulisan mengandung unsur-unsur ini:
narasi, deskripsi, kutipan, kilas balik, humor, opini.
Dengan
narasi, sebuah ide dipaparkan. Dengan deskripsi sebuah ide dibumikan,
barangkali dengan analogi. Kutipan membuat artikel punya wajah karena ia jadi memiliki
tokoh. Kilas balik membuat cerita jadi berkonteks, humor agar tak garing, dan
opini membuat sebuah tulisan jadi bernyawa dan bertenaga—sebab adanya sebuah
ide menjadi alasan utama sebuah artikel ditulis.
Persoalannya,
lead sering kali sulit disusun ketika kita
sudah siap menulis. Kita tertubruk bahan sehingga bingung memilah dan memilih
pokok soal mana yang akan dijadikan pembuka. Maka buatlah outline. Bagi mereka yang terbiasa menulis, outline seringkali terbentuk di kepala
ketika menemukan sebuah ide yang layak ditulis atau melihat dan mendengar
sebuah peristiwa yang memancing sebuah ide dan opini.
Sebaik-baiknya
outline adalah dituliskan. Ketika
membuat outline kita jadi tahu seberapa jauh bahan yang kita punya. Outline menuntut bahan diserakkan. Dan
menulis pada dasarnya menyusun bahan yang terserak itu menjadi sebuah artikel
yang berbentuk. Bagaimana menyusunnya? Kembalikan pada angle.
Angle adalah cara kita melihat masalah yang kita
tulis. Sebuah tulisan mesti memiliki masalah karena ia alasan kita menulis. Ada
banyak sudut padang kita menulis masalah itu. Pilih yang paling relevan dan
dekat dengan pembaca. Menulis gempa besar Ekuador dan Jepang, salah satu
anglenya adalah “gempa besar mengintai Indonesia”. Masalahnya: faktor-faktor
geografi Ekuador dan Jepang yang mirip dengan Indonesia. Sehingga gempa Ekuador
dan Jepang hanya sebagai peg
(cantelan) kita menulis gempa di Indonesia.
Karena itu angle menjadi pijakan sebuah artikel. Dari situlah berangkatnya. Tentukan sebuah angle dengan pertanyaan berbekal 5 W 1 H. Kumpulkan bahan-bahan
yang sudah ada itu untuk menjawab angle.
Bahan yang tak relevan dan penting dengan angle
itu disisihkan. Bahan paling relevan dan menarik disiapkan sebagai pembuka. Hasilnya
adalah bahan yang fokus. Fokus membuat artikel menjadi ringkas dan jelas.
Ringkas dan
jelas adalah unsur utama dalam tulisan. Ringkas beda dengan singkat. Ringkas
menyangkut ide dan cara menulisnya. Ringkas menghindarkan penulis dari
bertele-tele menyampaikan sebuah ide.
Maka sebuah
tulisan akan terbentuk dari proses ini:
Ide --> Angle --> Riset/Wawancara --> Outline --> Penyusunan Bahan --> Menulis
Menulis pada dasarnya menyusun struktur ini:
Judul --> Lead --> Jembatan --> Batang tubuh --> Penutup
Menulis pada dasarnya menyusun struktur ini:
Judul --> Lead --> Jembatan --> Batang tubuh --> Penutup
Judul lebih
baik dibuat terakhir agar ia mencakup seluruh ide dalam tulisan itu.
Karena lead sebuah setting ia mengandung dimensi waktu, ruang, dan tokoh. Tiga unsur
ini (When, Where, Who) membuat setting
menjadi jelas. Soal What, Why, dan How dijelaskan di sekujur tulisan karena itu
adalah isi dari sebuah artikel. Narasi kita adalah menjawab enam pertanyaan
dalam rumus klasik ini.
Jika setelah membaca paparan ini masih bingung,
coba tips yang dibuat Putu Wijaya, wartawan Tempo
yang lebih terkenal sebagai sutradara film dan teater serta penulis novel dan
ratusan cerita pendek. Saya kutip ceritanya dari Amarzan Loebis, teman
sekerjanya di majalah Tempo, yang kini menjadi redaktur senior di majalah itu.
Hampir semua tulisan Putu Wijaya dibuka dengan lead yang tak diduga-duga. Rupanya
karena ketika menulis, Putu tak memikirkan lead
atau strukturnya. Ia menuliskan apa saja sebagai pembuka lalu merangkainya
terus sehingga tulisan menjadi utuh dan lengkap. Setelah selesai ia hapus
aliena pertama.
Tentu saja cara ini dipakai bagi penulis yang
kesulitan membuka tulisan dan baru lancar setelah masuk ke alinea kedua.
Biasanya, memang, alinea pertama sulit dibuat, tapi kita lancar menulis
berikutnya jika sudah melewati alinea dua. Sebab pada alinea ketiga biasanya
kita baru memasuki keasyikan menulis.
Jika paragraf pertama dihapus, pembaca akan
langsung memasuki tulisan dengan tahap yang sudah asyik dalam menulisnya itu. Dengan
demikian sesungguhnya anda telah mulai menulis dari tengah.
Jika keranjingan, terus saja menulis sampai
semua bahan masuk. Setelah selesai tinggalkan. Ketika kita kembali, kita
berperan sebagai editor yang menyelaraskan ide, koherensi, menemukan salah logika,
menyesuaikan jumlah karakter, menyelaraskan ide pokok dengan anglenya. Editor yang
baik membuat sebuah tulisan menjadi kompak sejak judul, lead, batang tubuh, koherensi antar paragraf
hingga penutup.
*) bahan kelas menulis di Forum Nulistik Tempo Institut, 15 April 2016
*) bahan kelas menulis di Forum Nulistik Tempo Institut, 15 April 2016