Thursday, October 30, 2003
JARIG
: buat Arline
Barangkali hidup tak bisa ditebak. Atau kita yang tak bisa menebak. Kita berdua saja, waktu itu, merumuskan hal ihwal tentang masa depan. Dan kita kini, berusaha menyusur jejak di taman kenangan itu: bahwa akhirnya kita bisa juga hidup sejalan-setujuan--tidak seperti sajak yang pernah kubuat khusus untukmu, lima atau enam tahun silam. Maka puisi itu kini, Cintaku, tersusun seperti ini :
Hujan mendaras
pada pagi yang memburu
waktu bergegas
kita cemburu
Di sini
malam pun singgah sebentar
menghapus mimpi tak usai
di parasmu yang masai
Cepatlah berkemas
agar hari berangkat siang
membantun rindu cemas
melantun kisah riang
("Rindu ini juga tak boleh takluk.
Seperti sajak ini abadi. Kutulis
kutulis pada pintu yang kelak kita ketuk :
selamat pagi".)
Senja tinggal gerimis
tak lagi ritmis
tapi dingin ini, dik, amat mencekam
terus meniris
tak lekanglekang
Sebab itu rumah yang teduh
flaneur melabuh
hinggap di bungabunga dan kolam
bercakap tentang hujan barusan
dan kau, di sana, tekun menyulam