EMPAT orang anggota drumband Rusia, di sebuah lapangan yang penuh salju dengan latar belakang pohon oak yang kedinginan, memainkan Indonesia Raya tanpa cela. Ada juga bekas tentara yang mengagumi puisi dan cerita pendek WS Rendra. Seorang profesor bahkan menyamakan Pramoedya Ananta Toer dengan Leo Tolstoy dan Shakespeare.
Mereka itu orang-orang Rusia yang cinta mati kepada Indonesia. Mereka pernah bersinggungan dengan negeri ini, menyesap aroma dan deru Jakarta, dan kota-kota kecil di Sumatera dan Jawa, pada sebuah masa, sekitar 40 atau 60 tahun yang lalu. Pada waktu itu, Indonesia dan Rusia menjalin hubungan yang erat.
Tapi ada juga mahasiswi Universitas Moskwa yang baru bisa berharap berkunjung ke pesantren-pesantren di Jawa, yang pengetahuannya terhadap tradisi dan kepercayaan Jawa kuno begitu mencengangkan. Ia fasih mengurai filsafat agama di zaman Majapahit yang belum tersentuh pengaruh Hindu atau Budha, bahkan Islam.
Orang-orang ini hadir dan bersaksi tentang Indonesia yang mereka kenal dalam film Gerimis Kenangan dari Sahabat Terlupakan. Mereka bersaksi di depan kamera Seno Joko Suyono, teman sekantor yang dahsyat, tentang kapal-kapal selam yang masuk Indonesia di zaman Trikora. Mereka menceritakan pengalaman menjalin hubungan dengan penulis, pejabat, dan tokoh terkenal Indonesia yang sosoknya bahkan tak diajarkan di sekolah-sekolah.
Mereka berbicara dalam bahasa Indonesia yang sempurna. Mereka membandingkan Indonesia sekarang dan Rusia zaman kiwari. Seno, yang menguras tabungannya untuk membuat dokumenter ini, merekam denyut Moskow di pagi dan malam hari, ketika toko-toko suvenir mulai buka di samping butik Esprit yang mencorong, di dekat McDonald yang memajang poster Lenin di huruf M-nya. "Indonesia selalu sama dengan Rusia," kata sebuah suara.
Indonesia, kata suara yang lain, dulu dan sekarang berjalan dalam sejarah yang sama. Ketika pengaruh komunis sudah sirna, dan kapitalisme berkibar, dua negara ini punya presiden yang populer dalam pemerintahan yang kurang disukai. Dan Rusia dan Indonesia kini sama-sama menapaki jalan demokrasi yang sulit. "Orang Indonesia dan Rusia sebenarnya tak pernah ikhlas menjalankan kapitalisme."
Kelompok drumband itu baru saja menyelesaikan refrain Indonesia Raya. Kamera bergerak ke arah St. Petersburg yang tertimbun salju. Rusia, sahabat Indonesia yang kini hampir terlupakan itu, mengigil dalam gerimis.
No comments:
Post a Comment