Bon Jovi datang ke Jakarta bukan untuk membangkitkan
kenangan. Mereka ingin mengenalkan lagu-lagu baru di album Burning Bridges yang baru dirilis dalam rangkaian tur 8
kota—Shanghai dan Beijing batal karena mereka ditolak Tiongkok. Karena itu dari
20 lagu selama 2 jam, penonton hanya bersorak tanpa ikut bernyanyi di empat
lagu pertama.
Untung Jon menyelipkan lagu-lagu hit di antara lagu baru
itu, setelah jeda pertama.
Penonton mereka adalah generasi 80-90 yang kini berusia
rata-rata 30-40 tahun. Dan, agaknya, selera penonton bercampur aduk setelah tak
ada lagi lagu hit Bon Jovi pasca 2000, di tengah zaman yang berubah sangat
cepat ini, dan penyanyi baru bisa muncul tanpa lewat "dapur rekaman"
(betapa jadulnya frase ini!). Lagu-lagu Bon Jovi yang ada di kepala mereka
semacam Bad Medicine, Always, Keep The Faith, It's My Life, Never Say Goodbye.
Jon menyapa ‘apa
kabar’ setelah tiga
lagu dalam bahasa Indonesia. "It
been a long time since the last time..." Jon terakhir ke Jakarta di
konser Ancol tahun 1995.
Pada lagu-lagu hit itu semua ikut bernyanyi. Barangkali
untuk lagu-lagu itu pula penonton mengeluarkan Rp 500 ribu hingga Rp 1,5 juta dan antri masuk sejak
jam 15 di Gelora Bung Karno, padahal Jon baru muncul pukul 20.34, Jumat malam kemarin.
Promotor juga agaknya kurang jeli. Selain tak ada lagu cinta
yang menjadi alasan Bon Jovi digemari, promotor menghadirkan band pembuka
seorang penyanyi muda, Sam Tsui, yang konon terkenal di You Tube. Dia jadi asyik nyanyi sendiri. Ketika ia bilang masih dua
lagu ia nyanyikan, penonton memintanya turun kendati Sam berkali-kali bilang
"I love you".
Penonton tak datang untuknya, anak muda yang 20 tahun lebih
muda. Mereka ingin Jon. Jon Bon Jovi. Dan mereka tak datang untuk menyanyikan
lagu baru Bon Jovi, semacam We don’t Run.
Suara Jon baru diputar sekarang untuk membangkitkan kenangan masa SMA dan
kuliah atau mengingat suasana hari pertama kerja.
Jon, di usianya yang ke-53, juga sudah terengah di nada
tinggi. Someday I'll be Saturday Night
diaransemen ulang dengan akustik sehingga nada tinggi dirombak menjadi rendah.
Di tribun penonton memaksa menyanyikan lagi versi asli yang tinggi. Walhasil
Jon geleng-geleng tiap kali nada rendahnya tak diikuti karena penonton asyik
mencapai oktaf paling membumbung.
Dan agaknya ketiadaan Richard Sambora tak jadi soal. Mereka,
kami, generasi yang beranjak tua ini, ingin menyanyikan It's My Life, Bad of Roses, Keep The Faith tanpa perlu benar
lengkingan gitarnya. Aksi duo Phil X dan Matt O'Ree tetap diberi applaus ketika melodi Keep The Faith meraung-raung.
Opa Tico tampil paling prima. Dengan otot bisep yang menggelambir dia stabil
menggebuk drum sampai konser ditutup Bad
Medicine. Semua penonton berdiri dan bernyanyi.
Jon bilang "thank
you" berkali-lali lalu menyelinap ke balik panggung yang jadi gelap.
Dan penonton berseru "we want more",
sebagai ritual konser menjelang akhir. Tiga menit panggung masih gelap. Lima
menit Jon tak muncul lagi. Hari makin malam.
Lalu mereka menghentak dengan She's a Little Run Away. Jon main gitar dan memakai jaket, tak lagi
tengtop yang basah karena udara lembab. Ya, Jon, malam kian malam, Bon Jovi
adalah kenangan....
Tulisan ini ditayangkan juga di link ini
Tulisan ini ditayangkan juga di link ini
No comments:
Post a Comment