Jika kita tua karena tak
cukup cepat mengimbangi gerakan waktu dalam dunia tiga dimensi, siapakah yang
menciptakan masa depan?
Christopher Nolan tak
hendak menjawab pertanyaan pokok yang purba ini di Interstellar. Ia hanya
menggambarkan dengan sangat telak apa yang sudah umum diinsyafi ilmu
pengetahuan: tentang dimensi, tentang waktu, tentang ketakmungkinan menyentuh
masa lalu.
Ketika Cooper terperangkap
dalam dunia lima dimensi, ia bisa melihat dirinya hidup di dunia tiga dimensi. Secara
logika mereka yang hidup di dimensi lebih tinggi akan bisa memasuki dunia
dengan dimensi lebih rendah tanpa bisa memasuki konsep waktunya. Maka dunia ini
tiga dimensi + waktu. Kita bisa menyentuh cicak tanpa bisa memasuki dimensi
waktu yang merungkupnya.
Di dunia lima dimensi yang
memerangkap Cooper itu, ruang terlipat dan waktu tertinggal. Ketika ia melihat
ia berpamitan kepada anaknya hendak melesat ke luar galaksi dalam misi mencari
planet pengganti bumi, di titik yang sama di dunia tiga dimensi peristiwa itu
sudah terjadi 30 tahun lalu. Saat Cooper melihat mereka bercengkrama, anaknya
sudah berusia 37 tahun menurut waktu tiga dimensi.
Waktu terbentuk oleh
gravitasi yang menyebabkan bumi layak dihuni. Semakin jauh kecepatan kita dan
ruang tempat kita berada terhadap kecepatan cahaya, semakin lambat waktu yang
melingkupinya, demikianlah Einstein bersabda. Karena Cooper berada di dimensi
yang sangat cepat terhadap waktu relatif di bumi, hidupnya baru beberapa hari
sementara di bumi sudah berpuluh tahun.
Gravitasi membuat kita tua
dengan sendirinya, meski di Interstellar tak digambarkan apa yang terjadi
dengan massa benda dalam perbedaan waktu itu. Mengapa tubuh Cooper tetap
berotot dengan wajah ganteng yang itu-itu juga.
Para ahli yang terlalu serius
menonton film ini telah banyak mengkritik Christopher Nolan jauh sebelum
pertanyaan ini mengemuka: jangankan memasuki, benda-benda tak akan bisa mendekati
lubang hitam—jalan pintas menuju dimensi lain. Bahkan masih jadi perdebatan
apakah lubang cacing itu benar-benar berwujud. Cooper harusnya menjadi renik
dan ruh ketika memasuki lubang hitam untuk hijrah ke dimensi lebih tinggi itu.
Tapi memvisualkan ruh tentu tak menarik lagi dalam film sains.
Konon, setelah melewati
lubang cacing di luar galaksi kita itu, waktu melepuh dan ruang menghilang.
Adakah masa depan? Kitab-kitab suci hanya menyebut dunia ini fana dan dunia
lain abadi. Barangkali demikianlah akal kita menakar sesuatu yang berada di
luar nalar. Interstellar tak cukup punya waktu menjabarkan dan menjawabnya.
Jika dimensi lain abadi,
dunia tiga dimensi sebaliknya. Sebab kita bergerak terhadap waktu dan waktu
bergerak terhadap ruang yang melingkupinya. Tak akan ada ruang tanpa waktu,
sama seperti tak ada waktu jika tak ada ruang. Kita mengisi di dalamnya,
mengarungi peristiwa-peristiwa. Kita seperti anak panah dalam dimensi itu, yang
terus maju. Cooper di dimensi lima hanya bisa melihat dirinya sendiri di
dimensi tiga tanpa bisa menyentuhnya. Perbedaan dimensi itu yang menyekat ia
dan ia di dimensi lain.
Kata “mengarungi” mungkin
tak cukup tepat karena itu berarti peristiwa-peristiwa telah tersedia dan kita
memasukinya akibat waktu yang bergerak lebih cepat dari gerak benda-benda.
Sebab, konsekuensinya adalah kesimpulan bahwa sejarah yang menuntun manusia,
bukan manusia yang menciptakan sejarahnya—perdebatan dan pertanyaan manusia
sejak mulai mempertanyakan keberadaannya. Sebab waktu dan ruang bergerak dalam
waktu yang stabil menuju pada ketiadaan.
Sampai sini, pertanyaannya
adalah di manakah kehendak bebas manusia? Apakah kehendak-kehendak kita yang
tak dipolakan itu tak menuntun kita sendiri memasuki peristiwa—bahkan
menciptakan peristiwa—yang disediakan waktu di masa depan itu? Interstellar tak
menjawabnya, dan mungkin akal manusia hanya menjangkau sejauh itu. Selalu ada
jalan buntu membicarakan takdir. Barangkali karena itulah manusia menciptakan
agama, cara akal mengorganisasikan iman untuk menjawab problem-problem di luar
logika.
Sebelum
ceracau ini kian mengacaukan akhir pekan, akibat deadline yang selalu menggoda
beromong kosong, baiknya disudahi dengan satu testamen: tontonlah Interstellar
agar tak menyesal sembari tua....
No comments:
Post a Comment